Cara Order

Cara Order

– Via Gojek Khusus Area JAKARTA

– Via Grab Khusus Area JAKARTA

– Datang langsung dengan perjanjian sebelumnya (SMS/WA/Call- 0857 816 201 94)

– Via Kurir: JNE, TIKI, J & T


berikut adalah harga baru Pujimin kapsul Albumin.
Terima Kasih

Untuk Pembelian >200 Harga Rp 150.000—–
Untuk Pembelian >100 Harga Rp 155.000—–
Untuk Pembelian 50 s/d 99 Harga Rp 165.000—–
Untuk Pembelian 10 s/d 49 Harga Rp 175.000—–
Untuk Pembelian 1 s/d 9 Harga Rp 180.000—–
Hubungi:
WhatsApp: 0857 816 201 94 [Distributor Jakarta]—–

Terima Kasih

Harga Baru

berikut adalah harga baru Pujimin kapsul Albumin.
Terima Kasih

Untuk Pembelian >200 Harga Rp 150.000—–
Untuk Pembelian >100 Harga Rp 155.000—–
Untuk Pembelian 50 s/d 99 Harga Rp 165.000—–
Untuk Pembelian 10 s/d 49 Harga Rp 175.000—–
Untuk Pembelian 1 s/d 9 Harga Rp 180.000—–
Hubungi: SMS/Call- 0851 030 604 53—–
WhatsApp: 0857 816 201 94 [Distributor Jakarta]—–

Terima Kasih

MANFAAT IKAN GABUS

MANFAAT IKAN GABUS

June 14, 2019 by albumin

MANFAAT IKAN GABUS
Diketahui bahwa ikan Gabus sangat kaya akan albumin, salah satu jenis protein penting. Albumin diperlukan tubuh manusia setiap hari, terutama dalam proses penyembuhan luka-luka. Pemberian daging ikan gabus atau ekstrak proteinnya telah dicobakan untuk meningkatkan kadar albumin dalam darah dan membantu penyembuhan beberapa penyakit.
sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_gabus

Nurpudji Astuti dan Nilai Tambah Ikan Gabus

Nurpudji Astuti dan Nilai Tambah Ikan Gabus

Oleh : Reny Ayu Taslim

Bagi sebagian orang, ikan gabus tak masuk hitungan lauk favorit. Untuk nelayan pun ikan gabus dianggap kurang bernilai ekonomis. Namun, di tangan dokter Nurpudji Astuti, ikan ini memiliki nilai tambah.

Ikan yang tak disukai karena baunya yang amis ini, dia “sulap” menjadi suplemen makanan yang berfungsi menjaga metabolisme tubuh, menaikkan kadar albumin, dan mempercepat pemulihan kesehatan. Ikan gabus diracik sedemikian rupa, dibuat serbuk, kemudian dimasukkan dalam kapsul. Bau amis ikan yang tak disukai itu pun hilang, tak terasa lagi.

Oleh karena itu, berkadar albumin rendah yang diberi suplemen dari ikan gabus ini, kadar albuminnya naik lebih cepat ketimbang pemberian albumin lewat infus. Bahkan, pasien berkadar albumin rendah yang diikuti komplikasi penyakit lain seperti TB, diabetes, patah tulang, stroke, hingga HIV/AIDS, kondisinya bisa lebih baik dengan pemberian kapsul ikan gabus.

Pada anak dengan gizi buruk dan berat badan kurang, pemberian biskuit dari bubuk ikan gabus, membuat berat badan mereka naik minimal 1 kilogram per bulan. Maka, bersama kader posyandu, petugas puskesmas dan rumah sakit yang merawat anak bergizi buruk, Pudji memberikan biskuit ikan gabus secara rutin.

Ibu hamil kurang gizi juga diberi kapsul ikan gabus untuk asupan protein dan zat besi yang diperlukan selama masa kehamilan agar bayi yang dilahirkan lebih sehat.

Fungsi albumin

Pudji memandang albumin dalam tubuh sebagai indikasi mortalitas, morbiditas, dan metabolisme tubuh. Albumin juga berfungsi mempertahankan regulasi cairan dalam tubuh. Bila kadarnya rendah, protein yang masuk tubuh akan pecah, dan tak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan, penyerapan obat-obatan yang seharusnya berfungsi menyembuhkan, tak akan maksimal.

Oleh karena itu, pasien berkadar albumin rendah diberi infus untuk menaikkan kadar albuminnya. Namun, infus itu biayanya mahal, Rp 1,4 juta setiap pemberian. Ini pun minimal harus diberikan tiga kali. Untuk pasien tak mampu, ini memberatkan. Bahkan, pasien pengguna Askes pun menanggung sendiri biaya pemberian infus baru bila kadar albumin 2,2. “Kadar albumin normal 3,5-4,5,” ujar istri Taslim Arifin itu.

Kondisi tersebut membuat ibu tiga anak ini berusaha mencari bahan lain untuk menaikkan kadar albumin dengan harga terjangkau. Ahli gizi yang melakukan banyak penelitian ini pun sampai pada ikan gabus yang mengandung kadar albumin tinggi. Ikan gabus dipilih juga karena relatif mudah didapat dan harganya murah.

Dalam percobaan pertama, Pudji memberi masakan ikan gabus kepada pasien di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan. Ikan gabus dalam bentuk makanan ini berhasil menaikkan kadar albumin. Tetapi, jumlah petugas dapur di rumah sakit kurang. Kalaupun ada, mereka kewalahan meracik ikan gabus, apalagi dengan komposisi yang dianjurkan.

“Saya mencoba membuat cairan, lalu dimasukkan melalui selang makanan. Ini pun berhasil, tetapi banyak pasien yang menolak baunya,” tutur Pudji.

Ekstrak dalam kapsul

Dia lalu mencari cara agar pemberian ikan gabus bisa lebih mudah. Bersama beberapa rekan, Pudji melakukan percobaan hingga menemukan cara, yakni membuat ekstrak ikan gabus dan memasukkannya dalam kapsul. Cara ini berhasil karena pemberiannya lebih mudah, dan pasien tak lagi menolak baunya.

Harganya pun relatif terjangkau, setiap kapsul Rp 3.000. Dengan pemberian dua kapsul sekali minum, tiga kali sehari selama 10 hari, pasien mengeluarkan biaya Rp 180.000. Bandingkan dengan harga infus yang mencapai Rp 4,2 juta. Padahal, kemampuan menaikkan kadar albuminnya sama.

Pudji lalu mendaftarkan permohonan paten kapsul ikan gabus dengan nomor P00200600144, berjudul produk konsentrat protein ikan gabus. Permohonan paten ini diumumkan pada 8 Maret lalu oleh Departemen Kehakiman dengan nomor publikasi 047.137.A.

Dia sebenarnya meneliti ikan gabus sejak tahun 1994. Pada 2003 Pudji mulai memberikan cairan ikan gabus melalui selang makanan pada pasien di Rumah Sakit Wahidin. Tahun 2004-2005, tamatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ini membuat ikan gabus dalam bentuk kapsul.

Untuk meyakinkan dan membuktikan suplemen makanan yang dibuat itu bisa diterima di mana-mana, Pudji mengirimkan kapsul tersebut kepada rekan dokter di berbagai daerah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jakarta.

“Saya minta mereka memberikannya kepada pasien dengan beragam penyakit seperti luka patah tulang, stroke, gula, TB, atau gizi buruk. Hasilnya, pemberian suplemen makanan ini membuat pasien sembuh lebih cepat, dan kondisinya menjadi lebih baik,” paparnya.

Sebagai dokter spesialis gizi, Pudji resah atas maraknya kasus gizi buruk. Menurut dia, banyak pasien gizi buruk yang membaik setelah diberi biskuit ikan gabus. Sesuatu yang sebenarnya mudah didapat dan murah harganya. Kini, tinggal kemauan dan keseriusan pemerintah daerah untuk berjaringan dengan berbagai instansi, termasuk perguruan tinggi. “Saya siap membantu,” ucapnya.

Apalagi, ujar Pudji, penggunaan ikan gabus untuk produksi makanan tambahan juga bisa memberi nilai tambah ekonomis bagi petambak. Ini akan lebih terasa bila produksi makin meningkat. Dia memang membuat kapsul itu dalam skala laboratorium karena penggunaannya pun masih terbatas.

Sumber : Kompas, Kamis, 31 Mei 2007http://nurpujiastuti.wordpress.com/

Gabus Temuan Sang Profesor

Gabus Temuan Sang Profesor

SUATU hari Eddy Suprayitno berburu ikan gabus. Hasil tangkapannya langsung dikukus. Air yang menetes dari ikan bernama latin Ophiocephalus striatus itu kemudian diteliti di laboratorium. Eureka! Dosen perikanan, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, itu menemukan kadar albumin cukup tinggi dalam kandungan ekstrak sang gabus.

Menurut teori, kandungan albumin yang tinggi bisa mempercepat kesembuhan luka operasi dan luka bakar. Eddy lalu mengumpulkan 12 ekor tikus putih untuk menguji teori tersebut. Setelah berhasil, pria kelahiran Mojokerto, Jawa Timur, 43 tahun lalu itu mengirimkan resepnya ke Rumah Sakit Syaiful Anwar, Malang. Ekstrak dari 2 kilogram ikan gabus per hari diberikan pada sejumlah pasien yang memiliki kadar albumin rendah (1,8 g/dl).

Hasilnya, setelah delapan hari, kadar albumin di darah pasien menjadi normal, yakni 3,5-5,5 g/dl, dan luka operasi sembuh tanpa efek samping. Albumin merupakan protein yang paling banyak terkandung dalam plasma, sekitar 60% dari total plasma, atau 3,5 sampai 5,5 g/dl. Protein, yang banyak dijumpai pada telur, darah, dan susu ini memiliki fungsi biologis pengangkut asam lemak dalam darah darah.

Albumin juga berperan mengikat obat-obatan yang tidak mudah larut, seperti aspirin, antikoagulan koumarin, dan obat tidur. Selain mengobati luka bakar dan luka pascaoperasi, albumin bisa digunakan untuk menghindari timbulnya sembap paru-paru dan ginjal, serta carrier faktor pembekuan darah.

Sejak 1999, Eddy menggeluti penelitian itu. Hasilnya, Sabtu dua pekan lalu, suami Titik Dwi Sulistyai itu dikukuhkan sebagai guru besar (termuda) ilmu biokimia di Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya. “Saya ingin meningkatkan status ikan gabus dan membantu masyarakat kecil,” katanya.

Eddy mengaku terinspirasi orang-orang Cina yang mengobati luka bakar dengan memakan ikan gabus. Selama ini, untuk mengobati luka bakar dan pascaoperasi digunakan serum human albumin yang diproduksi dari darah manusia. Untuk mengobati luka pascaoperasi dibutuhkan tiga ampul serum albumin, Rp 1,3 juta per ampulnya. “Kasihan orang yang tidak mampu,” ujar Eddy, yang memperoleh gelar doktor-nya di Universitas Airlangga, Surabaya.

Dengan meminum ekstrak ikan gabus, pasien hanya membutuhkan 24 kilogram ikan gabus untuk menyembuhkan luka operasi atau luka bakar. Malah, menurut Eddy, luka dapat sembuh tiga hari lebih cepat ketimbang menggunakan serum albumin. Jika harga sekilo ikan gabus Rp 20.000, total biaya tak lebih dari Rp 500.000.

Namun, Hafid Bajamal, ahli bedah pada Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, berpendapat lain. Katanya, pemberian albumin hanya dilakukan bila tubuh benar-benar membutuhkan. Alasannya, proses penyembuhan luka sudah diatur tubuh. Penderita luka pascaoperasi, menurut Hafid, lebih efektif menggunakan serum albumin.

Dokter di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, itu mengakui, rumah sakit tempatnya bekerja pernah menggunakan ekstrak ikan gabus untuk menyembuhkan luka pascaoperasi, tapi hasilnya tak seperti yang diharapkan. “Pemberian albumin ikan gabus lebih cocok untuk penyembuhan jangka panjang,” katanya.

Toh, temuan Eddy sudah dilirik PT Otsuka Indonesia, produsen cairan infus yang bermarkas di Lawang, Malang. Kini, Eddy melanjutkan penelitian untuk memproduksi albumin dalam bentuk salep dan bubuk. “Saya ingin tahu, mana yang lebih efektif,” katanya.

Heru Pamuji, dan Rachmat Hidayat (Surabaya)

Kesehatan, GATRA, Nomor 09 Beredar Senin 13 Januari 2003

sumber: http://www.infoanda.com/

Pujimin Kapsul – Menghemat Sepuluh Persen Biaya Infus

Pujimin Kapsul – Menghemat Sepuluh Persen Biaya Infus

Oleh: Aswad Syam

INFUS pasien yang kadar albuminnya rendah, menelan biaya yang tidak sedikit yakni sekitar Rp1,4 juta. Karenanya, jagalah, agar kadar albumin normal pada kisaran antara 3,5 – 4,5. Guru Besar Universitas Hasanuddin, Prof Dr dr Nurpudji Astuti, mengaku sangat perihatin atas hal tersebut. Dia pun berupaya menemukan bahan lain untuk meningkatkan kadar albumin, dengan biaya yang tidak mencekik leher. Ikan gabus pun menjadi pilihan, karena mudah didapat, dan harganya juga murah.

PADA ujicoba pertama, ahli gizi itu memberikan masakan ikan gabus kepada pasien di RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Berhasil. Kadar albumin pasien meningkat. Kini, ekstrak ikan gabus telah dikemas dalam bentuk kapsul, dengan harga Rp 7000 perkapsul.

Dua kapsul diminum tiga kali sehari. Sama dengan enam kapsul, sama dengan Rp 42 ribu setiap hari. Kalau kapsul harus diminum selama sepuluh hari, jumlah seluruh biaya adalah 10 x Rp 42 ribu atau sama dengan Rp 420 ribu. Bandingkan dengan biaya infus yang sebesar Rp 4,2 juta. Suprise, kita bisa menghemat 90 persen.

Dengan nomor publikasi 047.137.A, tertanggal 8 Maret 2008, Departemen Kehakiman telah mengumumkan permohonan paten yang telah didaftarkan Ibu Astuti dengan nomor P00200600144, dengan judul produk Konsentrat Protein Ikan Gabus.

Untuk lebih menguji kehandalan suplemen makanan itu, kapsul tersebut dikirim Nurpudji ke rekan-rekan dokter di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dengan sebuah pesan, “Berikan kepada pasien gula, patah tulang, TBC, stroke dan gizi buruk”. Hasilnya? Pasien lebih cepat sembuh, kondisi juga menjadi lebih baik.

Bagi sebagian orang, ikan gabus tak masuk hitungan lauk favorit. Untuk nelayan pun ikan gabus dianggap kurang bernilai ekonomis. Namun, di tangan dokter Nurpudji Astuti, ikan ini memiliki nilai tambah.

Ikan yang tak disukai karena baunya yang amis ini, dia “sulap” menjadi suplemen makanan yang berfungsi menjaga metabolisme tubuh, menaikkan kadar albumin, dan mempercepat pemulihan kesehatan. Ikan gabus diracik sedemikian rupa, dibuat serbuk, kemudian dimasukkan dalam kapsul. Bau amis ikan yang tak disukai itu pun hilang dan tak terasa lagi.

Hampir semua pasien berkadar albumin rendah yang diberi suplemen dari ikan gabus ini, kadar albuminnya naik lebih cepat ketimbang pemberian albumin lewat infus. Bahkan, pasien berkadar albumin rendah yang diikuti komplikasi penyakit lain seperti TB, diabetes, patah tulang, stroke, hingga HIV/AIDS, kondisinya bisa lebih baik dengan pemberian kapsul ikan gabus.

Pada anak dengan gizi buruk dan berat badannya kurang, pemberian biskuit dari bubuk ikan gabus, membuat berat badan mereka naik minimal 1 kilogram perbulan. Maka, bersama kader posyandu, petugas puskesmas dan rumah sakit yang merawat anak bergizi buruk, Nurpudji memberikan biskuit ikan gabus secara rutin.

Ibu hamil kurang gizi juga diberi kapsul ikan gabus untuk asupan protein dan zat besi yang diperlukan selama masa kehamilan agar bayi yang dilahirkan lebih sehat. Nurpudji memandang, albumin dalam tubuh sebagai indikasi mortalitas, morbiditas, dan metabolisme tubuh. Albumin juga berfungsi mempertahankan regulasi cairan dalam tubuh.

Bila kadarnya rendah, protein yang masuk ke dalam tubuh akan pecah, dan tak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan, penyerapan obat-obatan yang seharusnya berfungsi menyembuhkan, tak akan maksimal.

Oleh karena itu, pasien berkadar albumin rendah diberi infus untuk menaikkan kadar albuminnya. Namun, infus itu biayanya mahal, Rp 1,4 juta setiap pemberian. Ini pun minimal harus diberikan tiga kali. Untuk pasien tak mampu, ini memberatkan.

Kondisi tersebut membuat ibu tiga anak ini berusaha mencari bahan lain untuk menaikkan kadar albumin dengan harga terjangkau. Ahli gizi yang melakukan banyak penelitian ini pun sampai pada ikan gabus yang mengandung kadar albumin tinggi. Ikan gabus dipilih juga karena relatif mudah didapat dan harganya murah.

Dalam percobaan pertama, Pudji memberi masakan ikan gabus kepada pasien di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan. Ikan gabus dalam bentuk makanan ini berhasil menaikkan kadar albumin. Tetapi, jumlah petugas dapur di rumah sakit kurang. Kalaupun ada, mereka kewalahan meracik ikan gabus, apalagi dengan komposisi yang dianjurkan.

“Saya mencoba membuat cairan, lalu dimasukkan melalui selang makanan. Ini pun berhasil, tetapi banyak pasien yang menolak baunya,” tutur Pudji.

Dia lalu mencari cara agar pemberian ikan gabus bisa lebih mudah. Bersama beberapa rekannya, Nurpudji melakukan percobaan membuat ekstrak ikan gabus dan memasukkannya dalam kapsul. Cara ini berhasil karena pemberiannya lebih mudah, dan pasien tak lagi menolak baunya.

Nurpudji sebenarnya meneliti ikan gabus sejak 1994. Pada 2003, Nurpudji mulai memberikan cairan ikan gabus melalui selang makanan pada pasien di Rumah Sakit Wahidin. Tahun 2004-2005, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ini membuat ikan gabus dalam bentuk kapsul.

Untuk meyakinkan dan membuktikan suplemen makanan yang dibuat itu bisa diterima di mana-mana, Pudji mengirimkan kapsul tersebut kepada rekan dokter di berbagai daerah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jakarta.

“Saya minta mereka memberikannya kepada pasien dengan beragam penyakit seperti luka patah tulang, stroke, gula, TB, atau gizi buruk. Hasilnya, pemberian suplemen makanan ini membuat pasien sembuh lebih cepat, dan kondisinya menjadi lebih baik,” paparnya. (asw)

sumber: http://lifestyle.fajar.co.id/

Pengertian dan Fungsi Albumin

Pengertian dan Fungsi Albumin

Pengertian dan Fungsi Albumin

Albumin memainkan peran penting dalam susunan dan fungsi tubuh. Sebuah pandangan umum dari tubuh manusia dan bagaimana fungsinya sangat membantu dalam memahami komponen dan bagaimana mereka bertautan untuk membawa keseimbangan dalam cairan tubuh dan elektrolit.

Tubuh terdiri dari sekitar 100 triliun sel 1 yang tidak terlihat sama dan tidak berfungsi dengan cara yang sama. Sel-sel yang membentuk tubuh kita adalah ” sel desainer, ” dengan setiap sel diciptakan untuk melakukan fungsi tertentu. Setiap sel harus melakukan tugasnya untuk menjaga lingkungan yang kompleks di mana ia dapat berfungsi – yang, pada gilirannya, memungkinkan tubuh untuk berfungsi. Keseimbangan ini dalam tubuh kita disebut homeostasis.

Homeostasis dipertahankan oleh cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam-basa dan dipengaruhi oleh air tubuh, permeabilitas kapiler, dan Cairan drainage.1 limfatik terdiri dari air, elektrolit, mineral, dan sel-sel dan perjalanan ke seluruh tubuh. Mereka dibagi ke dalam cairan intraseluler dan ekstraseluler. Cairan ekstraselular dibagi lagi menjadi interstitial, transelular, dan intravaskular, dengan darah yang mengandung kedua 2 karena mengandung plasma dan sel. Volume darah rata-rata adalah sekitar 5 sampai 6 L, dimana L adalah 3 plasma.2

Cairan tubuh bergerak di antara organ-organ dan sel-sel dan tergantung pada kemampuan membran sel dan transportasi mekanisme untuk memungkinkan pergerakan komponen cairan dalam sistem vaskular. Proses transportasi ini meliputi difusi, osmosis, filtrasi, dan transpor aktif.

Osmosis adalah suatu proses dimana pelarut cenderung untuk bergerak melalui membran semipermeabel dari larutan konsentrasi rendah ke larutan konsentrasi yang lebih tinggi. Tekanan osmotik yang diberikan oleh partikel dalam larutan ditentukan oleh jumlah partikel per volume cairan versus massa / ukuran partikel.

Tekanan kapiler cenderung memaksa zat cairan dan terlarut melalui pori-pori kapiler ke dalam ruang interstitial. Tekanan osmotik, disebabkan oleh protein plasma ( disebut tekanan osmotik koloid atau tekanan onkotik ), cenderung menyebabkan cairan bergerak melalui osmosis dari ruang interstitial ke dalam darah, sehingga mencegah kerugian yang signifikan dari volume cairan. Namun, ada sejumlah kecil protein dan cairan yang bocor ke dalam ruang interstitial namun dikembalikan ke sirkulasi oleh sistem limfatik melalui duct.3 dada

Tekanan osmotik koloid dipengaruhi oleh protein. Hal ini disebabkan protein menjadi satu-satunya zat terlarut dalam plasma dan cairan interstitial yang tidak mudah menyebar melalui membrane.5 kapiler Oleh karena itu, konsentrasi protein dalam plasma adalah 2 sampai 3 kali lebih besar dari protein yang ditemukan dalam cairan interstitial ( yaitu, plasma, 7,3 g / dL, dan cairan interstitial, 2 sampai 3 g / dL ).3

Hanya orang-zat yang tidak melewati membran semipermeabel mengerahkan tekanan osmotik, dan protein adalah satu-satunya zat yang tidak mudah menembus pori-pori membran kapiler. Dengan demikian, protein terlarut dari plasma dan cairan interstitial bertanggung jawab atas tekanan osmotik pada membran kapiler.

Tekanan osmotik berbeda pada membran sel dan membran kapiler. Oleh karena itu, istilah yang berbeda : pada membran kapiler, terminologi tekanan osmotik koloid, atau tekanan onkotik, sementara total tekanan osmotik merupakan membran sel tekanan osmotik.

sumber : http://hikmat.web.id/fisika-kelas-x/pengertian-dan-fungsi-albumin/